Di balik pasang surut industri kerajinan tembaga dan kerajinan kuningan, bisnis ini masih tetap memberikan prospek yang cerah. Terbukti, pangsa pasar industri kerajinan tembaga dan kerajinan kuningan makin hari kian meluas. Selain itu, jumlah omzetnya juga lumayan tinggi. Namun demikian bukan berarti perjalanan industri kerajinan tembaga dan kerajinan kuningan tidak pernah menemui hambatan. Hal ini sebagaimana yang dialami oleh para pelaku bisnis kerajinan tembaga dan kerajinan kuningan di sentra industri Tumang, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Sebagai satu – satunya sentra industri kerajinan tembaga dan kerajinan kuningan di tanah air, para perajin di Desa Tumang sempat dihadapkan pada sejumlah kendala. Di antaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, ketersediaan bahan baku. Material utama kerajinan ini adalah tembaga dan kuningan. Sayangnya, hingga saat ini lempengan tembaga dan kuningan yang merupakan bahan baku industri kerajinan tembaga dan kerajinan kuningan masih diimpor dari luar negeri, salah satunya berasal dari Italia dan Bulgaria. Ironisnya, jumlah material yang diimpor tersebut mencapai 90% padahal selama ini Indonesia telah mengekspor bahan mentah tembaga dan kuningan. Namun bentuk lempengannya justru tidak tersedia di dalam negeri. Akibatnya, para pelaku bisnis kerajinan tembaga dan kerajinan kuningan harus mengimpornya.

Impor lempengan tembaga dan kuningan jelas meningkatkan biaya produksi. Oleh karena itu harga kerajinan tembaga dan kerajinan kuningan dipengaruhi oleh fluktuasi harga lempengan tembaga dan kuningan impor. Inilah yang selama ini dikeluhkan oleh para pelaku bisnis kerajinan di sana.

Kedua, tantangan ASEAN–China Free Trade Agreement (CAFTA). Membanjirnya aneka produk dari Cina, termasuk kerajinan tembaga dan kuningan jelas memberikan pengaruh bagi para pelaku bisnis kerajinan tembaga dan kerajinan kuningan di tanah air. Apalagi produk dari Cina terkenal berharga murah meskipun dengan kualitas di bawah produk lokal. Padahal kerajinan tembaga dan kerajinan kuningan di tanah air selama ini masih terhambat oleh biaya impor lempengan tembaga dan kuningan. Akibatnya, harga produk kerajinan tembaga dan kuningan lokal relatif lebih mahal meskipun kualitasnya jauh lebih unggul. Permasalahannya, konsumen lokal selama ini cenderung mengabaikan kualitas dan lebih mengutamakan harga.